Karena pola asuh yang diberikan kepada anak-anak akan berpengaruh pada karakter si Kecil.
Perlu diingat bahwa belajar menjadi orang tua yang baik merupakan skill yang sama pentingnya dengan skill yang dipelajari untuk menunjang karir.
Maka dari itu setiap orang tua perlu untuk terus belajar dan berlatih dalam mengasuh anak-anaknya. Itu karena kelak karakter anak sangat dipengaruhi oleh gaya pengasuhan orang tuanya.
Jadi, cara Ayah dan Bunda menjadi orang tua pada akhirnya yang akan menentukan seperti apa si Kecil kelak.
Pada 1960-an seorang psikolog tumbuh kembang di University of California di Berkeley Diana Baumrind melakukan penelitian pada lebih dari 100 anak usia prasekolah.
Penelitian ini meneliti tentang beberapa dimensi penting dalam pengasuhan, yang kemudian disempurnakan oleh Eleanor Maccoby dan John Martin pada 1980-an.
Daftar Isi
3 Pola Asuh yang Mempengaruhi Karakter si Kecil
3 Pola Asuh yang Mempengaruhi Karakter si Kecil
Dalam penelitian tersebut akhirnya menyimpulkan bahwa ada empat jenis gaya pengasuhan yang memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap karakter anak. Berikut penjelasan dari empat pola asuh tersebut.
1. Pola Asuh Otoriter
Dalam gaya pengasuhan ini, anak diharapkan mengikuti aturan ketat yang ditetapkan oleh orang tua. Jika tidak, maka biasanya anak akan diberikan sebuah hukuman.
Dan juga, orang tua otoriter seringkali tidak menjelaskan mengapa anak diminta untuk mengikuti aturan yang diberikan olehnya.
Sehingga biasanya anak tidak memahami di mana letak kesalahannya sehingga ia sampai dihukum.
Sementara orang tua ini memiliki tuntutan tinggi, mereka tidak terlalu responsif terhadap anak-anak mereka.
Mereka mengharapkan anak-anak mereka untuk berperilaku luar biasa dan tidak membuat kesalahan, namun mereka hanya memberikan sedikit arahan tentang apa yang harus dilakukan atau dihindari anak-anak mereka di masa depan.
Gaya pengasuhan otoriter umumnya mengarah pada anak-anak yang patuh dan mahir, tetapi mereka memiliki peringkat yang lebih rendah dalam kebahagiaan, kompetensi sosial, dan harga diri.
2. Pola Asuh Demokratis/ Otoritatif
Dalam pola asuh ini orang tua menetapkan aturan dan pedoman yang perlu ditaati oleh anak-anaknya. Namun dalam penerapannya lebih demokratis ketimbang pola asuh otoriter.
Orang tua yang menerapkan pola asuh ini lebih responsif terhadap anak-anaknya, mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anaknya dan bahkan juga menerima kritikan yang ditujukan kepada mereka selaku orang tua.
Menurut Baumrind orang tua yang seperti ini memberikan standar yang jelas terhadap perilaku anak-anaknya. Namun mereka tidak membatasi maupun mengekang keinginan anak.
Jika mereka melakukan kesalahan maka mereka akan dimaafkan bukan dihukum.
Orang tua seperti ini cenderung dipandang sebagai orang tua yang masuk akal dan adil. Sehingga anak-anak dapat menginternalisasi peraturan-peraturan yang diberikan oleh orang tuanya dan berusaha untuk memenuhinya.
Anak akan memahami mengapa aturan itu ada dan bagaimana manfaatnya untuk mereka sendiri.
Dalam pola asuh ini anak-anak dapat belajar pengendalian diri, tanggung jawab dan kemandirian.
Orang tua yang demokratis tidak hanya memberikan aturan-aturan namun juga memberikan kehangatan, pemenuhan emosi, dan dukungan yang memadai.
Sehingga anak-anak dapat berkembang dengan lebih baik karena mereka tumbuh dengan bahagia. Di masa depan anak-anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan ini dapat lebih cakap dan lebih sukses.
3. Pola Asuh Permisif
Gaya pengasuhan ini diterapkan oleh orang tua yang seolah tidak ingin ‘ribet’ karena selalu menghindari konfrontasi. Mereka cenderung memanjakan anak tanpa memberikan aturan-aturan yang ketat terhadap sikap dan perilaku anak.
Jika menerapkan gaya pengasuhan seperti ini perlu diwaspadai karena anak tidak akan belajar tentang benar dan salah. Karena selama bersama orang tuanya ia selalu dianggap benar dan selalu dituruti segala keinginannya.
Bahkan seringkali orang tua permisif memberikan lebih karena mereka tidak ingin anaknya terluka.
Pola asuh permisif sering kali menghasilkan anak-anak yang memiliki tingkat kebahagiaan dan pengaturan diri yang rendah.
Anak-anak ini lebih cenderung mengalami masalah dengan otoritas dan cenderung berkinerja buruk di sekolah.
Ini akan berdampak pada karakter anak di masa depan di mana ia akan sulit untuk bersikap dewasa karena ia tidak pernah belajar bagaimana bertanggung jawab atas perilakunya dan bahkan tidak tahu cara mengendalikan diri.